Investigasi LCKI Provinsi Jambi.
JAMBI, infoglobalindonesia.com, – Kerusakan lingkungan di Koto Boyo, Kabupaten Batang
hari, Jambi, kini menyeret nama besar PT Sawit Desa Makmur (SDM), perusahaan milik keluarga Senangsyah. Ribuan hektare lahan eks tambang batubara dibiarkan menganga tanpa reklamasi, sementara lahan Hak Guna Usaha (HGU) sawit yang seharusnya untuk perkebunan sawit justru beralih fungsi menjadi tambang batubara. Kondisi ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) di Batanghari. Rabu, 19/03/2025.
Laporan investigasi Perkumpulan Hijau mengungkap, PT SDM yang mendapat izin HGU sejak 1997 untuk perkebunan sawit di atas lahan seluas 14.225 hektare, tidak pernah menjalankan fungsinya sebagai perkebunan sawit. Sebaliknya, lahan tersebut justru dikavling menjadi tambang batubara yang dikuasai tujuh perusahaan, lima di antaranya milik Rizal Senangsyah, saudara dari Andi Senangsyah yang merupakan Direksi PT SDM.
Menanggapi situasi ini, Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Provinsi Jambi, dan pimpinan media infoglobalindonesia.com menyatakan dukungan penuh terhadap Perkumpulan Hijau dalam mengungkap kasus ini. Mereka mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PT SDM dan perusahaan tambang yang beroperasi di lahan HGU sawit tersebut.
Ketua LCKI Provinsi Jambi menegaskan bahwa praktik pengalihan fungsi lahan HGU ini merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh dibiarkan. “HGU yang seharusnya digunakan untuk perkebunan sawit malah dijadikan kawasan tambang batubara. Ini pelanggaran serius yang harus segera disikapi pemerintah pusat. Kementerian ATR/BPN dan Kementerian ESDM harus mencabut izin PT SDM dan perusahaan tambang yang terlibat,” tegasnya.
Senada dengan LCKI, juga mengecam keras tindakan perusahaan milik keluarga Senangsyah ini. “Ini bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat SAD yang telah tinggal di wilayah ini secara turun-temurun. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas,” ujarnya.
Pimpinan Redaksi infoglobalindonesia.com juga menegaskan bahwa pemberitaan mengenai kasus ini harus terus dikawal hingga ada tindakan konkret dari pemerintah. “Media memiliki peran strategis dalam mengawal kebenaran. Kasus ini sudah jelas merugikan masyarakat adat dan lingkungan. Kami akan terus mengungkap fakta dan menekan pemerintah agar bertindak tegas,” katanya.
Perkumpulan Hijau juga menegaskan bahwa kerusakan lingkungan ini telah berdampak langsung pada kehidupan masyarakat adat SAD. Tanah adat, makam leluhur, dan Tanoh Pranaon (tanah sakral) SAD dihancurkan untuk kepentingan tambang dan perkebunan. Ratusan pohon pusaka yang menjadi sumber kehidupan SAD ikut ditebang.
Limbah tambang yang mencemari sungai juga menyebabkan tragedi kemanusiaan. Pada 2019, lima anggota kelompok Tumenggung Minang meninggal setelah mengonsumsi air yang terkontaminasi limbah tambang batubara. Beberapa anggota kelompok Tumenggung Ngelembo mengalami sakit akibat pencemaran, dan anggota kelompok Tumenggung Mena meninggal karena kecelakaan akibat lalu lintas truk tambang.
Perkumpulan Hijau bersama LCKI, pimpinan infoglobalindonesia.com mendesak Kementerian ATR/BPN untuk mencabut izin HGU PT SDM dan Kementerian ESDM mencabut izin tambang di kawasan tersebut. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta turun tangan untuk menindak tegas pelanggaran ini dan memastikan perlindungan terhadap masyarakat adat SAD.
“Ini bukan hanya masalah lingkungan, ini masalah kemanusiaan! Kita tidak bisa tinggal diam melihat kejahatan ini terus terjadi,” tegas Ketua LCKI Provinsi Jambi.
Dirilis dari pemberitaan Jambisatu.id
Info Global (Tim)








